WhatsApp
Pintar Berbisnis Sesuai Syariat Islam

Pintar Berbisnis Sesuai Syariat Islam

Ini merupakan bahasan yang diambil dari Buku Pintar Bisnis Syari. Sebuah buku yang membahas jual beli, mulai dari definisi, syarat, jenis-jenisnya hingga masalah kontemporer seperti jual beli karya kreatif, jual beli merk dagang, jual beli dengan kartu kredit, hukum seputar bursa, pemasaran jaringan, kartu diskon, garansi, dan lain-lain.

Mau Pintar Berbisnis Sesuai Syariat Islam?

Berikut kami paparkan beberapa hal yang berkaitan dengan jual beli dalam buku tersebut.

Pasal 1
Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta lain sebagai pertukaran hak milik. (Al-Mughni, Juz III, hal. 560)
Banyak ayat menjelaskan disyariatkannya jual beli. Antara lain firman Allah SWT:
﴿وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا﴾
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (TQS. al-Baqarah [2]: 275)
Firman Allah SWT:
﴿إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ﴾
“Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (TQS. an-Nisa [4]: 29)
Dan firman Allah SWT:
﴿وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ﴾
“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.” (TQS. al-Baqarah [2]: 282)
bisnis syariah
Begitu pula ada banyak hadits yang menjelaskan disyariatkannya jual beli. Antara lain sabda Rasul SAW. :
«الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا»
Penjual dan pembeli memiliki hak memilih (meneruskan atau membatalkan akad jual-belinya) selama belum berpisah, jika keduanya jujur dan menjelaskan (kondisi barang apa adanya), maka keduanya diberkahi dalam jual belinya. Sebaliknya, jika keduanya menutupi (cacat barangnya) dan berbohong, maka keberkahan akan dihapus dari keduanya.” (HR Bukhari)
Dan hadits:
«قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ «عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ»
Dikatakan kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, penghasilan apa yang paling baik? Beliau menjawab, ‘Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya dan setiap jual beli yang diterima.’” (HR Ahmad, al-Bazar dan al-Hakim)
Dari Ismail bin ‘Ubaid bin Rifa’ah dari bapaknya dari kakeknya, bahwa dia pernah keluar bersama Nabi SAW. ke mushalla, lalu Nabi melihat orang-orang melakukan jual beli, maka Nabi SAW. pun bersabda: “Wahai para pedagang!” Mereka pun memenuhi panggilan Nabi, dan mengangkat kepala dan pandangan mereka kepada Nabi SAW. . Lalu Rasul SAW. bersabda:
«إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ»
Sesungguhnya para pedagang itu akan dibangkitkan pada Hari Kiamat kelak sebagai orang yang suka berbuat keji, kecuali orang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban, al-Baihaqi dan al-Hakim)
Ibn Hajar al-‘Asqalani berkomentar, “Kaum Muslim sepakat atas kebolehan jual beli, dan hikmah pun meniscayakannya. Sebab, kebutuhan manusia itu terkait dengan apa yang ada di tangan temannya. Umumnya, temannya tidak akan menyerahkannya, kecuali dengan kompensasi (imbalan). Sedangkan dalam pensyariatan jual beli, tujuan tersebut akan bisa diraih tanpa ada kesulitan.”

Pasal 2
Ijab dan Qabul terjadi dengan semua lafadz, perbuatan atau isyarat yang menunjukkan ijab dan qabul tersebut dengan jelas
Ijab secara harfiah, artinya mengharuskan. Dikatakan wajaba al-bay’ wujûb[an] wa awjabahu, artinya lazima wa alzama (harus dan mengharuskan).
Ijab adalah apa yang terlontar dari pihak penjual, yang menunjukkan kerelaannya untuk berjual beli, baik dilontarkan terlebih dahulu atau tidak. Sedangkan qabul adalah apa yang terlontar dari pihak pembeli yang menunjukkan kerelaannya untuk berjual beli, baik dilontarkan terlebih dahulu atau kemudian. Sebagaimana ijab, qabul juga berlangsung dengan menggunakan setiap lafadz, atau perbuatan yang menunjukkan ijab dan qabul tersebut dengan jelas. Dalilnya adalah firman Allah SWT:
﴿وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ﴾
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli.” (TQS. al-aqarah [2]: 275)
pintar berbisnis syariah
Kata al-bay’ di dalam ayat tersebut bersifat umum dan tidak dispesifikkan dengan lafadz, atau perbuatan tertentu sebagaimana yang juga tampak dalam firman Allah SWT:
﴿إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ﴾
“Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (TQS. an-Nisa [4]: 29)
Ayat di atas hanya mensyaratkan adanya kerelaan dari keduanya, atau suka sama suka dalam jual beli. Ayat tersebut tidak mensyaratkan dengan menggunakan ucapan tertentu, atau perbuatan tertentu. Diriwayatkan dari Rasul SAW., bahwa beliau bersabda:
«إِذَا تَبَايَعَ الرَّجُلاَنِ فَكُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا وَكَانَا جَمِيعًا .. »
“Jika dua orang berjual beli, maka masing-masing memiliki hak untuk memilih (untuk meneruskan akadnya atau membatalkannya) selama keduanya belum berpisah dan masih berkumpul.
Konotasi hadits ini menunjukkan, bahwa Rasulullah SAW. menjadikan jual beli bersifat mengikat, semata karena adanya faktor suka sama suka dari keduanya, dan terjadinya perpisahan secara fisik, dimana beliau tidak menentukan ucapan atau perbuatan tertentu.
Imam Malik berkomentar, “Akad-akad itu sah dengan cara apa saja yang menunjukkan maksudnya, baik berupa ucapan atau perbuatan. Tidak disyaratkan dengan teks (redaksi) tertentu dalam ijab dan qabul. Karena yang dimaksud adalah konotasi (makna) yang menunjukkan adanya kerelaan dua belah pihak, dan itu bisa terjadi dengan al-mu’âthâh (tahu sama tahu), yang menunjukkan adanya persetujuan, atau sejenisnya.
Ibn Taymiyah berkata, “Sudah diketahui bersama, bahwa jual beli, ijarah, hibah dan sebagainya tidak dibatasi dengan batasan tertentu, baik di dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah SAW.. Tidak pernah disampaikan dari seorang pun sahabat dan tabi’in, bahwa untuk akad tersebut ditetapkan dengan satu kriteria tertentu dalam bentuk lafadz atau yang lain. Tidak pula disampaikan dari seorang pun sahabat dan tabi’in, bahwa mereka mengatakan apa yang menunjukkan keabsahan kriteria tertentu untuk akad, seperti bahwa akad tersebut tidak terjadi, kecuali dengan redaksi tertentu, misalnya. Bahkan bisa dikatakan, bahwa pernyataan tersebut telah menyalahi Ijmak generasi terdahulu, dan bahkan ini merupakan perkara (bid’ah) yang diada-adakan. Untuk itu, tidak tidak ada batasan di dalam bahasa Arab, dimana para ahli bahasa menyebut ini sebagai jual beli, sedangkan yang lain tidak disebut sebagai jual beli, sehingga salah satu dari keduanya termasuk dalam seruan Allah, sedangkan yang lain tidak. Namun, sebutan bagi orang yang melakukan kebiasaan tersebut, bahwa berbagai akad disebut sebagai jual beli merupakan dalil, bahwa dalam bahasa mereka itu disebut jual beli. Karena itu, hukum asal yang menjadi patokan adalah tradisi bahasa dan ketetapannya, bukan apa yang telah dinukil dan diubah. Jika jual beli tersebut tidak memiliki batasan tertentu, baik batasan dalam syariah maupun bahasa, maka yang menjadi rujukan adalah tradisi dan kebiasaan masyarakat. Apa yang mereka sebut sebagai jual beli, maka itulah fakta jual beli.”
Jadi syariah tidak menetapkan lafadz tertentu atau perbuatan spesifik untuk ijab dan qabul dalam jual beli. Karenanya, wajib merujuk pada tradisi (kebiasaan masyarakat). Apa yang dinilai oleh masyarakat sebagai jual beli, maka itu merupakan realitas jual beli, seperti batasan serah terima (al-qabth), menyimpan barang (al-hirz) dan lainnya.
Ibn Qudamah berkata, “Menurut kami, Allah telah menghalalkan jual beli dan tidak menentukan tatacara (kayfiyah)-nya, maka dalam hal ini wajib merujuk kepada ‘urf (tradisi), sebagaimaka merujuk kepada tradisi dalam hal serah terima (al-qabth), menyimpan barang (al-hirz) dan perpisahan (at-tafarruq). Kaum Muslim pun melakukan aktivitas di pasar mereka, dimana praktik jual beli mereka berjalan seperti itu. Karena praktik jual beli dahulu sudah berlangsung di antara mereka, dan mereka ketahui. Hanya saja, syariah menentukan hukum-hukum tertentu untuknya, dan membiarkan yang lain menurut apa yang ada. Karena itu, ketentuan tersebut tidak boleh diubah, baik berdasarkan pandangan maupun paksaan tertentu.”
Anda mau mengetahui pasal-pasal selanjutnya dari Buku Pintar Bisnis Syari ini? Silahkan daftar melalui link berikut ini :
daftar sekarang juga
Terima Kasih,
Semoga Bermanfaat

Anda mungkin juga suka
Temukan Investasi Properti & Hunian Syariah se Indonesia

dalam satu aplikasi kami

Mobile Apps Chat Whatsapp CS Download Mobile App !